DISTRIBUSI PENDAPATAN
Ketidakmerataan Distribusi Pendapatan
Penghapusan kemiskinan dan berkembangnya ketidakmerataan pembagian
pendapatan merupakan inti permasalahan pembangunan. Walaupun titik
perhatian utama pada ketidakmerataan distribusi pendapatan dan harta
kekayaan, hal tersebut hanyalah merupakan sebagian kecil dari masalah
ketidakmerataan yang lebih luas di negara-negara sedang berkembang.
Melalui
pemahaman yang mendalam terhadap masalah ketidakmerataan dan kemiskinan
ini memberikan dasar yang baik untuk menganalisis msalah pembangunan
yang lebih khusus seperti : pertumbuhan populasi; pengangguran;
pembangunan perdesaan; pendidikan; perdagangan internasional, dan
sebagainya.
Secara umum yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah :
1) Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita.
2) Inflasi, dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.
3) Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.
4) Investasi
ditanamkam pada proyek-proyek yang padat modal, sehingga persentase
pendapatan dari dari harta tambahan besar dibandingkan dengan persentase
pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.
5) Rendahnya mobilitas sosial.
6) Pelaksanaan
kebijaksanaan industri subsitusi impor yang mengakibatkan kenaikan
harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan
kapitalis.
7) Memburuknya
nilai tukar (terms of trade) bagi negara-negara sedang berkembang
dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidak
elatisitasan permintaan negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor
negara sedang berkembang.
8) Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti industri rumah tangga.
DISTRIBUSI PENDAPATAN PERORANGAN
Ukuran distribusi pendapatan perorangan merupakan ukuran yang paling
umumnya digunakan oleh para ekonom. Cara yang sering digunakan untuk
menganalisis distribusi pendapatan perseorangan adalah dengan membuat Kurve Lorenz. Dinamakan Kurve Lorenz adalah karena yang memperkenalkan kurve tersebut adalah Conrad Lorenz
seorang ahli statistika dari Amerika Serikat. Ia menggambarkan hubungan
antara kelompok-kelompok penduduk dan pangsa (share) pendapatan mereka.
Jumlah penerima pendapatan digambarkan pada sumbu horizontal, tidak
dalam angka mutlak tetapi dalam persentase kumulatif. Misalnya titik 20
menunjukkan 20 persen penduduk termiskin (paling rendah pendapatannya)
dan pada titik 60 menunjukkan 60 persen penduduk terbawah pendapatannya,
dan pada ujung sumbu horizontal menunjukkan jumlah 100 persen penduduk
yang dihitung pendapatannya.
Sumbu vertikal menunjukkan pangsa pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase jumlah penduduk. Jumlah ini juga kumulatif sampai 100 persen, dengan demikian kedua sumbu ini sama panjangnya dan akhirnya membentuk bujur sangkar.
Sebuah garis diagonal kemudian digambarkan melalui titik pusat menuju sudut atas dari bujur sangkar tersebut. Setaip titik pada garis diagonal tersebut menunjukkan persentase pendapatan yang diterima sama persis dengan persentase penerima pendapatan tersebut. Dengan kata lain, garis diagonal tersebut menunjukkan distribusi pendapatan dalam keadaan “kemerataan sempurna” (perfect equality). Oleh karena itu, garis disebut bisa disebut sebagai garis kemerataan sempurna.
Semakin jauh kurva lorenz tersebut dari garis diagonal (ketidakmerataan sempurna),
semakin tinggi derajat ketidakmerataan yang ditunjukkan. Keadaan yang
paling ekstrim dari ketidakmerataan sempurna misalnya keadaan dimana
seluruh pendapatan hanya diterima oleh satu orang dan ini akan
ditunjukkan oleh berimpitnya kurva lorenz tersebut dengan sumbu
horizontal bagian bawah dan sumbu vertikal sebelah kanan.
Sehubungan itu, tidak ada suatu negarapun yang mengalami kemerataan sempurna ataupun ketidakmerataan sempurna dalam distribusi pendapatan, maka kurve lorenz untuk setiap negara akan terletak di sebelah kanan kurve diagonal tersebut. Semakin tinggi derajat ketidakmerataan, kurve lorenz itu akan semakin melengkung dan semakin mndekati sumbu horizontal sebelah kanan.
Koefisien Gini
Suatu ukuran yang singkat mengenai derajat ketidakmerataan distribusi
pendapatan dalam suatu negara bisa diperoleh dengan menghitung luas
daerah antara garis diagonal (kemerataan sempurna) dengan kurve Lorenz
dbandingkan dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana terdapat
kurve Lorenz tersebut.
Dalam gambar 2, koefisien gini ditunjukkan oleh perbandingan antara
daerah yang diarsir A dengan luas segi tiga BCD. Koefisien gini diambil
dari nama ahli stastistik Italia yang bernama C. Gini yang menemukan
rumus tersebut pada tahun 1912.
Koefisien
gini ini merupakan ukuran ketidakmerataan agregat dan nilainya terletak
antara 0 (kemerataan sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan sempurna).
Negara-negara yang mengalami ketidakmerataan tinggi memiliki koefisien
gini berkisar antara 0,50 – 0,70; ketidak merataan menengah berkisar
antara 0,36 – 0,49 dan yang mengalami ketidakmerataan rendah berkisar
antara 0,20 – 0,35.
Untuk Indonesia secara keseluruhan memiliki koefiisen gini sebesar 0,30
– 0,40. Dengan demikian kemerataan distribusi pendapatan semakin lama
semakin membaik.
Distribusi Fungsional
Ukuran distribusi pendapatan lain, yang sering digunakan oleh para
ekonom adalah distribusi fungsional atau distribusi pangsa faktor
produksi. Ukuran distribusi ini berusaha untuk menjelaskan pangsa
pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing faktor produksi.
Disamping memandang individu-individu sebagai kesatuan yang terpisah,
teori ukuran distribusi pendapatan fungsional tersebut menyelidiki
persentase yang diterima tenaga kerja secara keseluruhan dibandingkan
dengan persentase dari pendapatan nasional yang terdiri dari : sewa, bunga, dan laba.
Gambar
di bawah ini memberikan gambaran yang sederhana dari teori distribusi
fungsional tradisional. Misal dalam perekonomian hanya ada 2 faktor
produksi yaitu modal yang merupakan faktor produksi tetap dan tenaga
kerja merupakan satu-satunya faktor produksi variabel.
Berdasarkan asumsi pasar persaingan, permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh Marginal Productnya (VMPL)
sama dengan tingkat upah riil. Tetapi, sesuai dengan prinsip marginal
produk yang manurun, permintaan akan tenaga kerja ini akan merupakan
suatu fungsi yang menurun dari jumlah tenaga kerja yang diperkejakan.
Kurve permintaan akan tenaga kerja yang berslope negatif tersebut ditunjukkan oleh DL. Sedangkan kurve penawaran tenaga kerja adalah SL, dan tingkat upah keseimbangan akan sama dengan tingkat keseimbangan penggunaan tenaga kerja.
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar