Senin, 17 Oktober 2011

KUALITAS AUDIT : REFLEKSI HASIL PENELITIAN EMPIRIS

KUALITAS AUDIT : REFLEKSI HASIL PENELITIAN EMPIRIS

Ida Rosnidah

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon

ABSTRACT

Audit quality is the implementation of audit process that is done according to standards so that auditor will both discover and report a breach in the clients’ accounting system. The standards governing audit in Indonesia is Public Accountants Professional Standards (SPAP).

Some results of the study states the factors that affect the quality of audits conducted by Audit Firms are audit procurement, audit fee, auditor industry specialization, professionalism of public accountants and implementation of public accountants ethics.

Keywords : audit quality, audit procurement, audit fee, auditor industry specialization, professionalism of public accountants, implementation of public accountants ethics.

PENDAHULUAN

Kualitas audit menjadi perhatian publik, setelah terjadinya kasus-kasus atau skandal-skandal keuangan baik di luar maupun di dalam negeri. Skandal-skandal keuangan tersebut melibatkan perusahaan-perusahaan besar dan KAP besar.

Kualitas audit menjadi harapan dari pengguna jasa audit terutama publik atau pemegang saham yang menaruh harapan tinggi bahwa laporan keuangan yang telah diaudit oleh KAP tentunya merupakan laporan keuangan yang bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Nyatanya dengan banyaknya kasus keuangan yang terjadi mengakibatkan kualitas audit dipertanyakan. DeAngelo (1981) dalam Duff (2004) mengatakan bahwa kualitas audit tergantung pada 2 faktor, yaitu : (1) kemampuan auditor untuk menguji akun-akun dan mengidentifikasi kesalahan atau anomali melalui kompetensi teknisnya; dan (2) objektivitas melalui independensinya. Oleh karena itu DeAngelo mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan auditor dapat mendeteksi dan melaporkan kesalahan atau kecurangan dalam sistem informasi akuntansi klien.

Peneliti akuntansi telah menguji isu dari kualitas audit melalui 3 pendekatan yang berbeda. Pendekatan yang pertama menguji kualitas audit berdasarkan perbedaan harga jasa audit (Francis dan Simon, 1987; Palmrose, 1986, 1989; Simon, 1985; Simon dan Francis, 1988; Simunic, 1990; Turpen, 1990).

Pendekatan yang kedua menguji kualitas audit melalui perbedaan jenis-jenis perusahaan dan bagi perusahaan individual menggunakan pengukuran-pengukuran kualitas kinerja, di antaranya adalah kewajiban hukum / ligitasi KAP (seperti yang diteliti oleh St Pierre dan Anderson, 1984; Palmrose, 1987; Stice, 1991; Carcello dan Palmrose, 1994), opini audit (DeAngelo, 1981; Hopwood et al., 1994; Carcello et al., 1995), dan seleksi auditor, perpindahan auditor dan besarnya Kantor Akuntan Publik (KAP) seperti yang diteliti oleh Beattie dan Fearnley, 1995; Menon dan Williams, 1991; Nichols dan Smith, 1983; Simunic dan Stein, 1996.

Pendekatan ketiga menguji isu dari kualitas audit melalui perspektif perilaku (Behn et al., 1997; Carcello et al., 1992; Mock dan Samet, 1986; Moizer, 1998; Schroeder et al., 1986; Sutton, 1993; Sutton dan Lampe, 1990 ; Duff, 2004) mengidentifikasi atribut yang dipersepsikan oleh penyusun laporan keuangan, auditor dan pengguna laporan audit dihubungkan dengan kualitas audit. Penelitian Duff (2004) menguji kualitas audit melalui kualitas jasa (service quality) dan kualitas teknis (technical quality). Pengujian terhadap service quality melalui model Servqual dari Zeithmal et al., 1990.

Berdasarkan hasil beberapa riset atau survey menyatakan ada beberapa factor yang mempengaruhi kualitas audit. Pada artikel ini, saya mencoba mengambil intisari-intisari beberapa hasil penelitian baik di dalam maupun di luar negeri yang berkaitan dengan kualitas audit. Artikel ini dimulai dengan pendahuluan, kemudian factor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit dari hasil penelitian di luar dan di dalam negeri dan tulisan ini diakhiri dengan kesimpulan.

PEMBAHASAN

Kualitas Audit dan Hubungannya dengan Proses Pengadaan Jasa Audit

Proses pengadaan (procurement) adalah :

“The systematic process of deciding what, when, and how much to purchase, the act of puchasing it, and the process of ensuring that what is required is received on time in the quantity and quality specified” (Burt and Pinkerton, 1996 dalam Jensen dan Payne, 2003).

Dari pengertian tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa procurement atau proses pengadaan adalah suatu proses yang sistematis dalam memutuskan apa, kapan, dan berapa banyak akan dibeli, aktivitas pembelian itu sendiri, dan proses untuk meyakinkan bahwa apa yang dibutuhkan diterima tepat waktu dengan kuantitas dan kualitas yang sesuai. Dengan demikian proses pengadaan jasa audit adalah suatu proses yang sistematis yang harus diputuskan oleh manajemen perusahaan dalam memilih auditor eksternal, kapan diperlukannya audit eksternal, dan berapa besar biaya jasa audit yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan audit yang berkualitas. Artinya bagi manajemen perusahaan sangat diperlukan pengetahuan mengenai proses pengadaan jasa audit agar dapat memperoleh audit eksternal yang berkualitas dengan biaya jasa audit yang sesuai.

Beberapa hasil penelitian di Amerika menyatakan adanya hubungan antara kualitas audit dengan proses pengadaan jasa audit, yaitu :

1. Jensen & Payne (2003) mengatakan manajer memandang proses pengadaan jasa audit sebagai suatu mekanisme untuk mengatur kualitas audit dimana jika proses pengadaan jasa audit dilaksanakan dengan baik maka kualitas audit yang dilaksanakan oleh KAP juga baik. Jensen dan Payne (2003) melalui model multi dimensional dari proses pengadaan jasa audit membuktikan bahwa mekanisme proses pengadaan yang baik, yang meliputi :

1) Prosedur proses pengadaan untuk memperoleh informasi tentang Kantor Akuntan Publik (KAP) dan biaya jasa audit.

2) Karakteristik personal dari pelaksana proses pengadaan jasa audit.

3) Karakteristik organisasi di mana keputusan proses pengadaan jasa audit dibuat, akan meningkatkan kualitas audit dan hal tersebut diperoleh dengan biaya audit yang sesuai.

Tiga dimensi dari proses pengadaan jasa audit tersebut dijabarkan oleh Jensen dan Payne (2003) dalam indikator-indikator sebagai berikut :

1) Prosedur pengadaan jasa audit terdiri dari :

a. Penawaran yang kompetitif dari para penyedia jasa audit/KAP.

b. Penggunaan kontrak multiyears dengan KAP, yang dalam pelaksanaannya dilakukan setiap tahun dan tidak lebih dari 5 tahun.

c. Pemilihan KAP lebih difokuskan pada faktor-faktor teknis daripada faktor biaya jasa audit.

2) Karakteristik personal dari pelaksana pengadaan jasa audit, terdiri dari :

a. Pejabat yang berwenang memilih KAP memiliki latar belakang akuntansi dan auditing.

b. Memiliki pemahaman terhadap kebutuhan organisasi, KAP yang terdaftar di Pasar Modal dan memiliki pemahaman terhadap proses pengadaan jasa audit.

c. Pejabat yang berwenang memilih KAP dirotasi secara periodik.

3) Karakteristik organisasi yang memerlukan jasa audit , terdiri dari komite audit yang terlibat langsung dalam proses pengadaan jasa audit dan mereview kualitas audit.

2. Raman dan Wilson (1994), menguji model proses pengadaan jasa audit dimana komite audit merupakan elemen penting dari proses pengadaan jasa audit.

3. Copley dan Doucet (1993), menemukan bukti bahwa proses pengadaan jasa audit berhubungan dengan kualitas audit yang lebih tinggi dan biaya jasa audit yang lebih rendah dengan sampel Negara-negara bagian di Amerika Serikat.

Di Indonesia, hubungan antara kualitas audit dengan proses pengadaan jasa audit telah dilakukan penulis pada tahun 2008, melalui survey pada emiten terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan hasil terdapat pengaruh positif proses pengadaan jasa audit terhadap kualitas audit Artinya proses pengadaan jasa audit merupakan faktor yang menentukan kualitas audit karena dalam proses pengadaan jasa audit dipertimbangkan berbagai hal yang berkaitan dengan kompetensi, pengalaman, keahlian dan pendidikan auditor secara individu maupun KAP secara keseluruhan. Dimana dalam proposal yang diajukan KAP harus juga menyertakan curiculum vitae auditor sehingga emiten bisa menilai kualitas auditor secara individu maupun KAP secara keseluruhan. Apabila proses pengadaan jasa audit ini dijalankan dengan baik maka akan terpilih KAP yang memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan emiten. Dengan demikian karena auditor dan KAP terpilih dengan kualitas yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu maka audit yang dilaksanakan KAP tersebut juga akan berkualitas.

Kualitas Audit dan Hubungannya dengan Biaya Jasa Audit

Dalam kode etik akuntan Indonesia (SPAP,2001), diatur bahwa imbalan jasa professional tidak boleh bergantung pada hasil atau temuan atas pelaksanaan jasa tersebut namun beberapa hasil penelitian menemukan adanya hubungan antara kualitas audit dan biaya jasa audit, yaitu :

1. David Hay dan David Davis (2002) menyatakan bahwa biaya jasa audit merupakan salah satu factor untuk memilih tingkatan kualitas audit.

2. Wuchun, Chi (2004) menyatakan biaya jasa audit berpengaruh terhadap kualitas audit.

3. Chuntao Lie, Frank M. Song dan Sonia M.L.Wong (2005) menyatakan bahwa KAP yang lebih besar dengan biaya audit yang lebih tinggi cenderung memberikan jasa audit yang lebih berkualitas.

4. Bin Sri Nidhi dan Ferdinand A. Gul (2006) menyatakan bahwa biaya jasa adit yang tinggi merefleksikan usaha audit yang lebih tinggi dan judgement yang lebih baik.

5. Mark A. Clatworthy dan Michael J. Peel (2006) menyatakan biaya jasa audit berhubungan dengan kualitas audit.

Di Indonesia, hubungan antara kualitas audit dan biaya jasa audit telah diteliti oleh penulis dengan hasil biaya jasa audit menentukan kualitas audit yang dilakukan oleh KAP.

Kualitas Audit dan Hubungannya dengan Spesialisasi Auditor di Bidang Industri Klien

Pentingnya pemahaman mengenai bisnis dan industri dari klien serta pengetahuan tentang operasi perusahaan sangat penting untuk dapat dilakukannya audit yang memadai seperti dikatakan oleh Arens, et. al. (2008:199) :

A through understanding of the client’s business and industry and knowledge about the company’s operations are essential for doing an adequate audit. The nature of the client’s business and industry affects client business risk and the risk of material misstatements in the financial statements. The auditor uses knowledge of these risks to determine the appropriate extent of audit evidence.”

Pemahaman mengenai industri klien juga disyaratkan dalam PSA 67 (SA Seksi 318) dalam Standar Profesional Akuntan Publik / SPAP (2001:318).

Ada 3 alasan utama mengapa diperlukan pemahaman yang baik atas industri klien. Pertama, banyak industri mempunyai aturan akuntansi yang khas yang harus dipahami auditor untuk mengevaluasi apakah laporan keuangan klien sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Kedua, auditor harus dapat mengidentifikasi risiko dalam industri yang akan mempengaruhi penetapan risiko audit yang dapat diterima atau bahkan mengaudit perusahaan dalam industri tersebut dapat dibenarkan. Ketiga, terdapat risiko bawaan yang pada hakekatnya sama bagi seluruh klien dalam industri tersebut. Pemahaman risiko menolong auditor dalam mengidentifikasi risiko bawaan dari klien.

Pengetahuan mengenai industri klien dapat diperoleh dengan berbagai cara, termasuk di antaranya adalah diskusi dengan auditor yang mengaudit pada tahun-tahun sebelumnya dan dengan auditor yang sedang melakukan penugasan serupa serta pertemuan-pertemuan dengan pegawai klien. Informasi dapat diperoleh dari pedoman audit industri, teks pelajaran, dan majalah-majalah yang memuat mengenai industri. Beberapa auditor sengaja berlangganan jurnal khusus untuk memahami industri yang berkaitan dengan audit yang sedang mereka lakukan. Pengetahuan mengenai industri dapat juga diperoleh dengan mengambil bagian secara aktif dalam asosiasi industri dan program pelatihan.

Beberapa hasil penelitian yang menghubungkan kualitas audit dengan spesialisasi auditor di bidang industry klien, adalah :

1. Balsam, Krishnan dan Yang (2003) , menyatakan spesialisasi auditor di bidang industry klien berhubungan dengan kualitas audit.

2. Stein dan Cadman (2005) yang mengatakan bahwa auditor yang memiliki spesialisasi di bidang industri klien akan memberikan audit yang berkualitas.

3. Almutairi, Dunn dan Skantz (2006) yang mengatakan bahwa kualitas audit akan meningkat jika auditor yang melakukan audit tersebut memiliki spesialisasi di bidang industri klien.

Di Indonesia, penelitian yang menghubungkan antara kualitas audit dengan spesialisasi auditor di bidang industry klien telah dilakukan penulis (2008) dengan hasil besarnya pengaruh spesialisasi auditor di bidang industri klien terhadap kualitas audit sebesar 32,31% . Hasil ini dapat dijelaskan bahwa spesialisasi auditor di bidang industri klien diukur oleh indikator-indikator : pengalaman auditor dalam praktik audit, pelatihan teknis dan pengembangan profesional. Apabila auditor tersebut memiliki pengalaman dalam memeriksa suatu jenis industri klien, memperoleh pelatihan teknis dan terus menerus mengembangkan keahliannya melalui pendidikan maupun pelatihan maka auditor tersebut akan semakin berkualitas akibatnya audit yang dilakukannya juga akan semakin berkualitas.

Kualitas Audit dan Hubungannya dengan Profesionalisme Akuntan Publik

Profesionalisme menurut Arens (2010 : 78) didefinisikan sebagai suatu tanggung jawab untuk berperilaku lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, dan lebih dari sekedar memenuhi Undang-Undang dan peraturan masyarakat. Maksudnya adalah sebagai seorang akuntan publik yang professional, auditor harus mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat, klien dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun menimbulkan pengorbanan pribadi.

Profesionalisme menurut Hidayat Nur Wahid dalam Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2009:122), “Profesionalisme adalah semangat, paradigma, spirit, tingkah laku, ideologi, pemikiran, gairah untuk terus menerus secara dewasa (mature), secara intelek meningkatkan kualitas profesi mereka”, sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:897) “Profesionalisme adalah mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional”. Sikap profesional tercermin pada pelaksanaan kualitas yang merupakan karakteristik atau tanda suatu profesi atau seorang profesional. Sikap dan tindakan profesional merupakan tuntutan di berbagai bidang profesi, tidak terkecuali profesi sebagai auditor.

Auditor yang profesional dalam melakukan pemeriksaan diharapkan akan menghasilkan audit yang memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh organisasi. Profesi Profesionalisme dapat digambarkan kedalam 5 hal, yaitu (a) pengabdian terhadap profesi, (b) kewajiban sosial, (c) kemandirian, (d) keyakinan terhadap profesi, dan (e) hubungan dengan sesama profesi.

Di Indonesia, hasil penelitian yang berkaitan dengan kualitas audit dan hubungannya dengan profesionalisme akuntan public adalah :

1. Irwansyah (2010) menyatakan profesionalisme akuntan public yang makin tinggi cenderung menghasilkan audit yang makin berkualitas.

2. Hastuti dkk (2003) mengemukakan bahwa profesionalisme yang dimiliki oleh auditor secara signifikan mempunyai pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

3. Arleen dan Yulius (2008) menyatakan profesionalisme berpengaruh positif signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.

Kualitas Audit dan Hubungannya dengan Penerapan Etika Profesi Akuntan Publik

Menurut K. Banter (2001) yang dikutip oleh Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2009:26) “Etika secara etimologis dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang bisa dilakukan, atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan hidup yang baik dan yang buruk”, sedangkan etika profesi menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010 : 49) adalah “Kode etik untuk profesi tertentu dan karenanya harus dimengerti selayaknya bukan sebagai etika absolut”.

Berdasarkan definisi mengenai etika dan etika profesi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa etika profesi adalah suatu tindakan yang dapat membedakan antara yang benar dan yang salah dari suatu pekerjaan yang dimiliki.

Etika profesi yang harus ditaati menurut mulyadi (2002:53) yaitu (a) tanggung jawab profesi, (b) kepentingan publik, (c) integritas, (d) objektifitas, (e) kompetensi dan kehati-hatian profesional, (f) kerahasiaan, (g) perilaku profesional, dan (h) standar teknis.

Etika berkaitan dengan pernyataan tentang bagaimana orang akan berperilaku terhadap sesamanya (Kell, Boynton, & Johnson, 2006:66). Beberapa hasil penelitian yang menghubungkan penerapan etika dengan kualitas audit adalah :

1. Amilin (2010) menyatakan bahwa penerapan etika akuntan public berpengaruh terhadap kualitas audit. Akuntan public yang memiliki kesadaran untuk selalu berperilaku secara etis berarti memiliki komitmen untuk menerapkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik. Apabila komitmen ini selalu dijaga maka pelanggaran etika profesi dapat dihindari, sehingga akuntan public lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan kualitas auditnya.

2. M. Nizarul Alim, Hapsari dan Purwanti (2007), menyatakan bahwa etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

3. Arleen Herawaty dan Yulius (2008) , menyatakan etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan materialitas. Hal ini menunjukkan bahwa apabila seorang auditor patuh pada etika profrsi yang telah ditetapkan maka akan menghasilkan pertimbangan tingkat materialitas yang semakin baik

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah :

1. Kualitas audit adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai standar sehingga auditor mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan klien Standar yang mengatur pelaksanaan audit di Indonesia adalah Standar Professional Akuntan Publik (SPAP).

2. Beberapa hasil penelitian menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit yang dilaksanakan oleh KAP adalah proses pengadaan jasa audit, biaya jasa audit, spesialisasi auditor di bidang industri klien, profesionalisme akuntan publik dan penerapan etika akuntan publik.

Saran

Dengan memperhatikan beberapa hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit maka untuk meningkatkan kualitas audit disarankan hal-hal sebagai berikut :

1) Bagi emiten diharapkan dapat meningkatkan proses pengadaan jasa audit dengan lebih memperhatikan panitia lelang/tender harus memiliki pemahaman terhadap kebutuhan organisasi, KAP yang terdaftar di pasar modal dan memiliki pemahaman dalam proses pengadaan jasa audit.

2) Bagi KAP diharapkan dapat meningkatkan kualitas auditnya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. KAP harus memberikan jasa tepat waktu.

b. Staf KAP bersedia membantu klien namun bukan dalam kompromi.

c. KAP selalu meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti pelatihan teknis di bidang industri klien.

d. KAP menyediakan jasa sesuai yang dibutuhkan.

e. Mentaati semua peraturan yang ada dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik dalam setiap pekerjaan auditnya.

3) Bagi Institut Akuntan Publik Indonesia diharapkan membuat kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan kualitas audit yang dihasilkan oleh KAP melalui penyelenggaran kegiatan seminar, workshop, training, penerbitan majalah/bulletin, dan kegiatan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Almutairi, et. al. 2006 Audit Quality and Information Asymmetry. Melalui

http://papers.ssrn.com/s0l3/JELJOURResults.cfm?fromname=journalBrowse&journalid=845726

Amilin. 2010. Analisis Dampak Karakteristik Personal, Pengalaman Audit, Dan Independensi Akuntan Publik Terhadap Penerapan Etika Akuntan Publik Dan Implikasinya Terhadap Kualitas Audit (Survei Terhadap Para Akuntan Publik di Indonesia. Disertasi . Bandung : Program Pascasarjana Unpad (Tidak dipublikasikan ).

Arens, et. al. 2008. Auditing and Assurance Services and ACL Software. New Jersey: Prentice Hall.

Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto. 2009. Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan dan Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi dan Keuangan.

Boynton, William C, and Walter G. Kell.2001. Modern Auditing. Sixth Edition. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Chi, Wuchun. 2004. The Effrect of the Enron – Andersen Affair on Audit Pricing.

Choi, Jong. Hg., et. al. 2006. The Association between Audit Quality and Abnormal Audit Fees.

Clatworthy, Mark A. & Michael J Peel. 2006. The Effect of Corporate Status on External Audit Fees : Evidence from the UK. Melalui

http://papers.ssrn.com/s0l3/JELJOURResults.cfm?fromname=journalBrowse&journalid=845726

De Angelo, L.E. 1981. Auditor Size and Audit Quality. Journal of Accounting & Economics.

Duff. 2004. Understanding Audit Quality : The View of Auditors, Auditees and Investors. Melalui

http://aaahg.org/AM2005/display.cfm?filename=sub10_1867.pdf&MIMEType=application%2Fpdf

Guy, Dan. M, et. al. 2002. Auditing. Terjemahan Sugiyarto dkk. Jakarta : Erlangga.

Hay, David & David Davis. 2002. The Voluntary Choice of An Audit of Any Level of Quality.

Ida Rosnidah. 2008. Pengaruh Proses Pengadaan Jasa Audit, Biaya Jasa Audit, Dan Spesialisasi Auditor di Bidang Industri Klien Terhadap Kualitas Audit dan Implikasinya Pada Kepuasan Pengguna Jasa Audit (Suevei Pada Emiten Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Disertasi. Bandung : Program Pascasarjana UNPAD. Dipublikasikan Pada Jurnal Akuntansi Tahun XIII/03/September/2009.

Irwansyah. 2010. Pengaruh Ketaatan Regulasi, Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik Terhadap Profesionalisme Akuntan Publik dan Implikasinya atas Kualitas Audit (Survei pada akuntan public yang menjadi anggota FAPM). Disertasi. Bandung : Program Pascasarjana UNPAD (tidak Dipublikasikan).

Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta : Salemba Empat.

Jensen, Kevan L. & Jeff C Paynee. 2003. Audit procurement : Managing Audit Quality and Audit Fees in response to agency costs.

K. Bartens. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.

Li, Chuntao, et. al. 2005. Audit Firm Size Effects in China’s Emerging Audit Market. Melalui http://www.econ.upf.es/docs/papers/downloads/452.pdf

Lowensohn, et. al. 2005. Auditor Specialization and Perceived Audit Quality, Auditee Satisfactin and Audit Fees in the Local Government Audit Market.

M. Nizarul Alim, T.Hapsari, dan L. Purwanti. 2007. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi. SNA X Makassar, Hal 1-26.

Mulyadi. 2002. Auditing. Jakarta : Salemba Empat.

Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati. 2010. Auditing, Konsep Dasar dan Pedoman pemeriksaan Akuntan Publik. Yogyakarta : Graha Ilmu

Srinidhi, Bin & Ferdinand A Gul. 2006. The Differential Effect of Auditors non-audit and Audit Fees on Accrual Quality. Melalui

http://papers.ssrn.com/s0l3/JELJOURResults.cfm?fromname=journalBrowse&journalid=845726

Stein, Mike & Brian Cadman. 2005. Industry Specialization and Auditor Quality in US Markets.

Sukrisno Agoes. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh KAP. Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI.

Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana. 2009. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta : Salemba Empat

.

Kode Etik Akuntan Indonesia

Sebagai catatan dunia akuntansi, pernah adanya skandal kelas dunia karena etika yang di acuhkan, hal ini disebabkan mereka lebih menjunjung tinggi kepentingan pembesar perusahaan dan kepentingan perusahaan di anggap lebih tinggi dari pada etika profesi. Padahal dalam prinsip akuntansi, etika akuntan harus lebih dijaga daripada kepentingan perusahaan. Dan bagi akuntan, prinsip akuntansi adalah aturan tertinggi yang harus diikuti. Kode etik profesi akuntansi pun menjadi barang wajib yang harus mengikat profesi akuntan.

Setiap orang yang memiliki gelar akuntan, wajib mentaati kode etik dan standar akun,terutama para akuntan publik yang sering bersentuhan terhadap masyarakat dan kebijakan pemerintah. Kewajiban mentaati peraturan kode etik ini telah diatur oleh Departemen Keuangan (Depkeu) dan mempunyai aturan sendiri yakni peraturan menteri keuangan (PMK) no.17 tahun 2008. Intinya peraturan ini mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas atas kliennya itu berdasarkan SPAP (standar profesi akuntan publik) dan kode etik. Yang diterapkan oleh asosiasi profesi berdasarkan standar internasional. Misalkan dalam auditing SPAP bersandar kepada Internasional Auditing Standar.

Pengetahuan mengenai kode etik akuntan ini, didapat oleh seoarang akuntan dalam masa pendidikan profesi. Kode etik dalam prespektif pendidikan adalah perjanjian bersama mengenai tingkah laku dan perilaku yang harap bisa dilaksanakan profesi dengan baik. Dalam masa pendidikan seorang akuntan dibekali pengetahuan untuk senantiasa dapat menjaga kode etik profesi dalam setiap tindakan sebagai orang yang profesional. Kekuatan itu biasanya didasari dari para pelakunya, yaitu terletak didalam hati nuraninya. Jika para akuntan memiliki integritas tinggi, jujur, independen, objektif dan profesional dengan sendirian dia akan menjalankan prinsip kode etik dan standar akuntan.

Kode etik adalah aturan perilaku etika akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesinya. Pengertian ini dituangkan dalam Anggaran Dasar Rumah Tangga IAI, yang menyebutkan bahwa “Kode etik IAI adalah prilaku dalam etika akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya yang meliputi prinsip etika akuntan,

Hal yang membedakan sesuatu profesi akuntansi adalah peneriman tanggung jawab kepentingan dalam bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggung jawab akuntan profesional harus mentaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik yang telah diterapkan.

I. PenI. Pendahuluan

Kemajuan ekonomi suatu negara memacu perkembangan bisnis dan mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga menimbulkan persaingan yang cukup tajam didalam dunia bisnis.hampir semua usaha bisnis bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (profit making) agar dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya, namun terkadang untuk mencapai tujuan itu segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang menggabaikan berbagai dimensi moral dan etika dari bisnis itu.

Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis apabila ditunjang dengan menerapkan prinsip-prinsip etis untuk berbisnis. Prinsip-prinsip dalam berbisnis adalah merupakan suatu aturan hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara fair dan baik disertai dengan sebuah sistem pemerintahan yang adil dan efektif dalam menegakan aturan dalam bisnis tersebut. Dalam bisnis ini terdapat tata cara yang ideal dalam pengaturan dan pengolahan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara ekonomi/ sosial dimana penerapan norma dan moralitas ini dapat menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.

Berdasarkan pernyataan diatas kode etik profesi perlu diterapkan dalam setiap jenis profesi. Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu. Dalam prinsip akuntansi etika akun harus harus lebih dijaga dibandingkan dengan kepentingan perusahaan . Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena funsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh pelaku bisnis dengan berdasarkan kepentingan banyak pihak yang terlibat dengan perusahaan. Dan bukan hanya didasarkan pada beberapa pihak tertentu saja karena itu bagi akuntan prinsip akuntansi adalah aturan tertinggi yang harus diikuti. Kode etik menjadi wajib bagi para akuntan.

II. Etika dan Pendidikan Etika

Ward et al (1933) mendefinisikan etika sebagai suatu proses, yaitu proses penentuan yang kompleks tentang apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu argumen ini didasarkan pada ketidakpastian terlalu sederhana perepsi umum atas pengertian etika yang hanya dianggap pernyataan benar-salah baik-buruk. Proses itu sendiri meliputi penyeimbangan pertimbangan sisi dalam dan sisi luar yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran masing-masing individu.

Menurut Magnis Suseno (1985) etika normatif dibagi menjadi dua yaitu tolak ukur pertanggung jawaban moral dan menuju kebahagiaan. Tolak ukur pertanggung jawaban moral meliputi etika wahyu, etika peraturan, etika situasi, dan etika relativisme. Sedangkan etika normatif menuju kebahagiaan meliputi egoisme , pengembangan diri dan utilitarisme. Disamping itu Hardjono membagi jenis etika berdasar kan 4 kelompok etika normatif, etika peraturan, etika situasi, etika relativisme.

Pengkelompokan normatif dan jenis etika tersebut juga terdapat dalam Multidimensonial ethics scale (cohen 1993) yang mengembangkan atas 4 dimensi yaitu dimensi justice, dimensi egoism,dimensi utilitarian, dan dimensi contractualism.

Kode etik dalam perspektif pendidikan adalah perjanjian bersama mengenai tingkah dan perilaku yang diharapkan bisa dilaksanakan profesi dengan baik. Saat ini berprofesi sebagai akuntan khususbya akuntan publik regenerasi tidak seperti yang diharapkan. Sekarang, bagaimana caranya menarik minat mahasiswa supaya tertarik menjadi akuntan publik. Tentu ini menjadi masalah kita bersama KAP juga harus bertanggung jawab untuk memberi gambaran apa itu akuntan publik karena mereka langsung terjun kelapangan.

Tujuan etika pendidikan secara menurut Wynd dan Mager (1989) adalah tidak untuk mengubah cara mahasiswa menganggap bagaimana seharusnya mereka bertindak dalam situasi tertentu. Tujuan yang lebih layak adalah menbuat mahasiswa menyadari dimensi etika dan sosial dalam setiap pengambilan keputusan bisnis mereka sehingga diharapkan dimensi ini akan menjadi komponen dalam proses pengambilan keputusan mereka kelak.

Sedangkan loeb(1988) mengemukakan tujuan pendidikan etika dalm bidang akuntansi adalah :

1. Menghubungkan pendidikan akuntansi kepada persoalan persoalan etis

2. Mengenalkan persoalan dalam akuntansi yang mempunyai implikasi etis.

3. Mengembangkan suatu perasaan kewajiban atas tanggung jawab moral

4. Mengembangkan kemampuan yang berkaitan dengan konflik etis

5. Belajar menghubungkan dengan ketidakpastian profesi akuntansi

6. Menyusun perubahan untuk perilaku etis

7. Mengapresiasikan dan memahami sejarah dan komposisi seluruh aspek etika dan hubungan terhadap bidang umum dan etika

III. EIII. Etika Profesi Akuntan

Dalam etika profesi sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut yang biasa disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi. Menurut Chua dkk(1994) menyatakan bahwa etika profesional juga berkaitan dengan etika moral yang lebih terbatas pada ke khasan pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.

Setiap profesi yang memberikan jasa pada masyarkat harus memiliki kode etik yang merupakan prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesioanal. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi adalah akuntan publik Didalam etika publik terdapat muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi masyarakat dari kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dari kode etik ini yang pertama kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dilalaikan baik secara disengaja ataupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua kode etik juga bertujuan melindungi keseluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya profesional.

Etika profesi akuntan di indonesia diatur dalam kode etik Akuntan Indonesia. Kode etika ini mengikat para anggota IAI dan dapat diperguakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Di indonesia penegakan kode etik dilaksanakan sekurang-kurangnya enam unit organisasi

Yaitu kantor akuntan publik, unit peer review kompartemen akuntan publik IAI, badan pengawas profesi kompartemen akuntan publik IAI, Dewan pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI dan BPKP. Selain 6 unit organisasi diatas, pengawasan terhadap kode etik juga dilakukan oleh para anggota dan pimpinan KAP.

Kode etik akuntan merupakan norma perilaku yang mengatur hubungan auditor dengan para klien, antara uditor dengan sejawatnya dana antara profesi dengan masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan a turan bagi seluruh anggota, baik yang berprakter sebagai auditor. Bekerja dilingkungan dunia usaha , pada instansi pemerintah, maupun dilingkungan dunia pendidikan. Etika profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (sihwahjoni dan gudono 2000).

Prinsip perilaku profesianal seorang akuntan yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan dengan karateristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seoarang akuntan. Prinsip etika yang tercantum dalam kode etik akuntan indonesia sebagai berikut :

1. Tanggung Jawab. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional. Akuntan harus mewujudkan kepekaan profesional dan pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka.

2. Kepentingan Masyarakat. Akuntan harus menerima kewajiban untuk melakukan tindakan mendahulukan kepentingan masyarakat, menghargai kepercayaan masyarakat, dan menunjukan komitmen pada profisionalisme.

3. Objektivitas dan Independensi. Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam melakukan tanggung jawab profesional. Akuntan yang berpraktek sebagai akuntan publik harus bersikap independen dalam kenyataan dan penampilan pada melaksanakan audit dan jasa atestasi lannya.

4. Keseksamaan. Akuntan harus mematuhi standar teknis dan profesi berusha untuk terus meningkatkan kompetisi dan mutu jasa dan melaksanakan tanggung jawab profesional dengan kemampuan terbaik.

IV. RIV.RUU dan Kode Etik Profesi Akuntan Publik

Untuk mengawasi akuntan publik, khususnya kode etik Departemen Keuangan mempunyai aturan sendiri yakni Peraturan Menteri Keuangan no 17 tahun 2008. Intinya peraturan ini mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas atas kliennya itu selalu berdasarkan pada SPAP dan kode etik. SPAP dan kode etik yang telah diterapkan oleh profesi berdasarkan standar internasional. Misalkan dalam auditing SPAP bersandar kepada internasional Auditing standar.

Laporan keuangan memiliki fungsi yang sangat vital sehingga, harus disajikan dengan penuh tanggung jawab. Untuk itu Departemen Keuangan menyusun rancangan undang-undang tentang akuntan publik dan RUU laporan keuangan. RUU tentang akuntan publik antara lain didasari pertimbangan untuk mendorong profesioanalisme dan integritas profesi akuntansi publik. RUU akuntan publik terdiri atas 15 bab dan 60 pasal. Dengan pokok-pokok pengaturan yang mencangkup lingkung jasa akuntan publik, prijinan akuntan publik, perijinan KAP, dan kerja sama KAP dengan KAP asing atau organisasi audit asing.

RUU itu juga menngatur mengenai regulasi profesi akuntan publik, asosiasi akuntan publik hak, kewajiban, dan larangan bagi akuntan publik dan KAP. Komite pertimbangan Profesi Akuntan Publik, sanksi administratif, dan ketentuan pidana.

Sedangkan kode etik yang sedang disusun oleh SPAP adalah kode etik Internasional Federation of Accountans yang diterjemahkan jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang baru kemudian disesuaikan dengan IFAC. Jadi tidak ada perbedaan yang signifikan antara kode etik SPAP dengan IFAC.

Adopsi etika oleh dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan indonesia untuk tidak sekedar jago kandang. Apalagi misi federasi akuntan internasional seperti yagn disebut konstitusi adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan standar yang harmonis sehingga dapt memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara konsisten untuk kepentingan publik .

Seorang anggota IFAC atau KAP tidak boleh menetapkan standar yang kurang tepat dibandingkan dengan aturan dalam kode etik ini. Namun demikian, bila terdapat anggota dewan atau KAP yang dilarang untuk mematuhi aturan tertentu dalam kode etik ini oleh hukum dan perundang-undangan maka mereka harus mematuhi aturan lainnya dalam kode etik ini. Akuntan profesional harus memahami perbedaan aturan dan pedoman beberapa daerah jurisdiksi, kecuali dilarang oleh hukum atau perundang-undangan.

V. ApAplikasi Kode Etik

Meski sampai saat ini belum ada seorang akuntan yang diberi sangsi berupa Pemberhentian praktek audit oleh dewan kehormatan karena melanggar kode etik dan standar profesi akuntan ,tidak berarti seorang akuntan dapat bekerja sekehendaknya . Setiap orang yang memegang gelar akuntan wajib mentaati kode etik dan standar akuntan, utamanya para akuntan publik yang sering bersentuhan denagn masyarakat dan kebijakan pemerintahan menjadi sebuah keharusan itulah wujud pelaksanaan etika. Etika yang dijalankan dengan baik dan benar menjadikan sebuah profesi menjadi terarah dan jauh dari skandal.

Akuntan tidak independen apabila dalam periode audit dan penugasan profesionalnya, baik akuntan, KAP, maupun orang dalam KAP, memberikan jasa-jasa non audit kepada klien seperti, pembukaan atau jasa yang lain yang berhubungan dengan jasa akuntansi klien, desain sistem informasi, aktuaria dan audit internal. Konsultasi kepada kliennya dibidang itu dapat menimbulkan benturan kepentingan.

Menurut Kataka puradireja (2008) kekuatan dalam kode etik profesi itu terletak pada para pelakunya yaitu didalam hati nuraninya. Jika para akuntan iyu mempunyai integritas tinggi dengan sendirinya dia akan menjelaskan prinsip kode etik dan standar akuntan. Didalam kode etik IAI diartikan aturan perilaku akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya yang meliputi prinsip etika akuntan , aturan etika akuntan, dan interprestasi aturan etika akuntan. Dan kode etik dirumuskan oleh badan khusus yang dibentuk untuk tujuan tersebut DPN (Dewan Pengurus Nasional.

Hal yang membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggung jawab dalam bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggungjawab akuntan profesional bukan sematamata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi kerja tetapi bertindak untuk kepentingan publik yang harus mentaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik .

Oleh karena itu akuntan profesional diharuskan untuk mematuhi prinsip-prinsip Fundmental berikut :

1. Integritas, akuntan profesionalcharus bersikap jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis.

2. Objektivitas, Akuntan profesional tidak boleh membiarkan hal-hal yang biasa terjadi , tidak boleh membiarkan terjadinya benturan kepentingan atau tidak boleh mempengaruhi pihak lain dengan cara tidak pantas yang dapat mengesampingkan pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnis.

3. Kompetensi dan sikap kehati-hatian profesional, akuntan profesional memiliki kewajiban yang berkesinambungan untuk memelihara pengetahuan dan keahlian profesioanal pada satu tingkat dimana klien menerima jasa profesional.

4. Kerahasian, akuntan profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnis

5. Profesional, Akuntan profesional harus mematuhi hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendeskreditkan profesi.